HUTANKU DULU, KINI, DAN YANG AKAN DATANG.

HUTANKU DULU, KINI, DAN YANG AKAN DATANG.


Hutan adalah habitat bagi spesies tumbuhan dan hewan, tempat karbon dioksida didaur ulang menjadi oksigen, tempat aliran hidrologi diatur, tempat air dan tanah dilestarikan, dan hutan sangat penting bagi lingkungan. Perlu kita mengetahui jenis-jenis hutan di Indonesia serta manfaatnya. Apalagi di seluruh pulau besar Indonesia sebagian besar memiliki hutan yang sangat luas. Tidak heran jika Indonesia sering disebut sebagai paru-paru dunia.

Namun belakangan ini banyak terjadi kebakaran hutan yang menimbulkan berbagai kerusakan. Upaya masyarakat dan pemerintah untuk melindungi hutan tentunya sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian hutan. Apalagi ada banyak sekali jenis hutan yang terdapat di Indonesia.

Manusia dan hutan saling mempengaruhi secara positif dan negatif. Hutan menyediakan jasa ekosistem bagi manusia dan bisa juga menjadi tempat wisata. Hutan juga dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Aktivitas manusia, termasuk penggunaan sumber daya hutan yang tidak berkelanjutan dapat berdampak negatif terhadap ekosistem hutan.


* Laju deforestasi Indonesia telah melambat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir (2016-2021), sebagian besar karena menurunnya ekspansi yang didorong oleh komoditas. Menurut data GFW, sebagian besar kehilangan hutan primer di Indonesia akibat deforestasi yang didorong oleh komoditas sebenarnya terjadi di wilayah yang secara hukum diklasifikasikan sebagai hutan sekunder, bukan hutan primer.

www.globalforestwatch.org 


Meski trennya menurun, deforestasi atau hilangnya hutan di Indonesia masih terus terjadi setiap tahun. Melihat data hilangnya hutan Indonesia yang tersedia dan dapat diakses secara publik, dari tahun 2016 hingga 2022, tercatat 2 juta hektare hutan Indonesia hilang. Yang mengkhawatirkan, sekitar 58% atau 1,2 juta hektare hutan yang hilang adalah hutan alam.

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Hutan dan Non Hutan Tahun 2014-2022

Hutan alam perlu dilindungi karena berperan penting dalam mencegah memburuknya krisis iklim, melindungi lingkungan, dan menopang kehidupan masyarakat. Hutan alam menyerap CO2 yang sangat besar dari atmosfer sehingga mengurangi efek pemanasan global yang membawa bencana. Hutan alam juga merupakan rumah bagi keanekaragaman hayati, banyak diantaranya terancam punah.

Hutan juga mengatur siklus air dan meningkatkan kualitas udara. Bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan, hutan alam menyediakan sumber daya penting, seperti makanan, obat-obatan, dan bahan bakar, serta peluang untuk mata pencaharian yang berkelanjutan. Selain itu, hutan alam juga menawarkan ruang rekreasi, meningkatkan kesejahteraan mental dan fisik. Oleh karena itu, perlindungan dan pengelolaan hutan alam yang berkelanjutan sangat penting untuk kesehatan lingkungan, stabilitas iklim, dan kesejahteraan generasi saat ini dan yang akan datang.


Kebakaran hutan dan lahan tahun 2023 berhasil ditekan lebih kecil sebesar 30,80% dibandingkan tahun 2019 dengan pengaruh El-Nino yang hampir sama, bahkan kondisi 2023 lebih kering. Kondisi ini telah diantisipasi melalui berbagai upaya pencegahan karhutla sejak awal tahun.

Kondisi ini dapat menjadi indikasi adanya keberhasilan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang efektif. Kenaikan hotspot yang terjadi pada tahun 2019 dan tahun 2023 disebabkan oleh adanya El Nino. Namun, kita berhasil memitigasi fenomena El Nino sehingga jumlah hotspot dan luas tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Jika dibandingkan karhutla tahun 2019 dengan kondisi akibat dampak El-Nino yang serupa dengan tahun 2023, luas karhutla tahun 2023 masih jauh menurun.

Indonesia juga berhasil menekan kejadian kebakaran hutan khususnya di lahan gambut sehingga terjadi penurunan luas karhutla dari gambut. Pada tahun 2015 terdapat luas karhutla di lahan gambut seluas 891.275 hektar atau 34% dari total luas karhutla, tahun 2019 turun menjadi 483.111 hektar atau 30% dari total luas karhutla, kemudian pada tahun 2023 semakin turun menjadi 182.789 hektar atau 16,38% dari total luas karhutla. Selain itu, pengaturan tinggi muka air tanah 0,4 m ternyata tidak menyebabkan penurunan produktivitas perkebunan sawit. Penelitian menunjukkan terjadi peningkatan produktivitas antara 13-30%.

Data Pemerintah mencatat bahwa luas kebakaran hutan dan lahan dari tahun 2015 menunjukkan tren menurun sampai dengan Oktober 2023. Sejak kejadian karhutla tahun 2015 (baseline) dengan adanya perubahan paradigma pengendalian karhutla sampai dengan sekarang luas karhutla di Indonesia menurun signifikan 94% – 37%.

Sebagai konsekuensi maka emisi Gas Rumah Kaca yang dihasilkan oleh Indonesia, tidak lagi sebesar ditahun-tahun sebelumnya seperti pada kondisi 2015 dan 2019, sehingga Indonesia tidak lagi menjadi negara peng-emisi 5 terbesar secara global, bahkan pada tahun 2021 tercatat peng-emisi pada ranking ke-9; dengan angka penurunan emisi 890 juta Ton CO2eq.

Menurut data Copernicus Atmosphere Monitoring Service (CAMS) dari Uni Eropa, menunjukkan bahwa Indonesia tidak termasuk ke dalam kelompok negara-negara penyumbang emisi terbesar dari kebakaran hutan dan lahan. Negara-negara maju, seperti AS dan Kanada, termasuk di dalam kelompok tersebut.

Meski begitu, Pemerintah tetap konsisten menjalankan berbagai upaya untuk mencegah karhutla, mulai dari monitoring, penetapan kebijakan, pencegahan, hingga penegakan hukum. Pada tahun 2024, kami sudah merencanakan upaya mitigasi kejadian karhutla dengan meningkatkan upaya-upaya pengendalian karhutla dengan melaksanakan patroli terpadu, TMC, monitoring hotspot, dan pemberdayaan masyarakat yang berada di wilayah rawan karhutla.











Komentar